Be success together

Be success together

Senin, 06 April 2015

Buruh Vs Pengusaha Vs Pemerintah

Konflik antara buruh dan pengusaha menjadi hal yang tidak bisa dihindari menjelang tutup tahun. Keduanya riuh menghitung besaran upah minimum.
Para pekerja berjuang ada kenaikan signifikan untuk mengimbangi lonjakan harga kebutuhan pokok. Sedangkan pengusaha berusaha sebaliknya. Dua kepentingan yang sulit dipertemukan itu mewarnai konflik keduanya.

Masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak sampai tidak dibayarkannya tunjangan hari raya (THR) melengkapi konflik buruh versus pengusaha. Pemerintah sendiri mengambil peran sebagai wasit yang tidak pernah dianggap benar-benar adil.
Di pengujung Oktober 2013, menjelang penetapan upah di tahun 2014, buruh menumpahkan perjuangan mereka dengan menggelar mogok serentak di seluruh kota/kabupaten di Tanah Air.

Selain menolak Inpres 9/2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum, para buruh juga mengajukan perubahan kriteria kebutuhan hidup layak (KHL) dari 60 menjadi 84 komponen.
Dengan kriteria itu, para buruh menuntut upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta pada 2014 dinaikkan dari Rp 2,2 juta menjadi Rp 3,7 juta. Untuk Jateng dan Jatim sama,buruh meminta Rp 3 juta per bulan.
Di beberapa kota yang menjadi kantong industri di Jatim, misalnya Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, dan Mojokerto, upah minimum yang diterima buruh dirasakan selalu kurang.

Perjuangan buruh di Indonesia  selama ini menginginkan agar buruh memiliki kekuatan tawar (Bargainning) yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam melaksanakan hubungan penentuan kebijakan terutama hal-hal yang terkait dengan nasib buruh itu sendiri. Para buruh pun sadar untuk memiliki kekuatan posisi tawar harus melakukan pergerakan-pergerakan untuk melawan kebijakan yang dianggap sangat merugikan buruh. Organisasi buruh dinilai sudah waktunya menjadi kekuatan politik di Indonesia. Bahkan, organisasi politik ini bakal menjadi kekuatan politik utama di Indonesia masa depan. Organisasi buruh yang ideologis akan mampu memperjuangkan kepentingan hak-hak buruh, tidak hanya soal normatif semata. Seperti hak-hak pekerja, jaminan sosial dan lainnya. Lebih dari itu, jika organisasi buruh menjadi partai politik baru, maka bisa mewarnai kebijakan yang lahir dari negara terkait perbaikan nasib hidup buruh dan masyarakat secara luas.

Konflik atau perbedaan pandangan adalah hal biasa. Konflik dapat terjadi di manapun dan menimpa siapapun yang memiliki kepentingan. Di serikat buruh konflik bahkan tak dapat dipisahkan dari keseharian kerja organisasi buruh ini. Permasalahan selalu muncul dan kerap kali tercampur antara yang organisasional dengan yang personal.Tentu hal ini pun berlaku di banyak organisasi atau kelompok kepentingan lain. Beberapa literatur menyebutkan bahwa faktor-faktor pendorong terjadinya konflik antara lain adanya perbedaan pendapat dan pandangan, perbedaan tujuan, ketidaksesuaian cara pencapaian tujuan, ketidakcocokan perilaku, pemberian pengaruh negatif dari pihak lain pada apa yang akan dicapai oleh pihak lainnya, persaingan, kurangnya kerja sama, dll. Para ahli juga memberikan pentahapan konflik secara berbeda, dikaitkan dengan isu yang dibicarakan. Stepen P Robins (2001), misalnya, memberi tahapan sebagai berikut: oposisi dan ketidakcocokan potensial, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku serta hasil. Sedangkan Kartikasari (2001) memberi tahapan: prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat, dan pasca-konflik.

Pekerja sebagai  salah satu unsur utama dari produksi, pengusaha sebagai pemilik modal, pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengawasan terhadap perarutan perundang - undangan Ketenagakerjaan,  hubungan ketiga unsur inilah yang disebut Hubungan Industrial yang berazaskan Pancasila. Oleh karena itu azas musyawarah mufakat seyogyanya dikedepankan apabila terjadi perselisihan anatara pekerja dan pengusaha. Konsep hubungan hubungan industrial diharapkan mampu mewujudkan hubungan yang dinamis, harmonis dan berkeadilan. Hambatan dan tantangan ketenagakerjaan pada era reformasi diantaranya angkatan kerja tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia, pengusaha kurang mau memahami makna hubungan industrial serta rendahnya hukuman pelanggaran yang diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku disatu pihak, kurangnya keterampilam pekerja dan sikap yang arogan dipihak lain, oleh karena itu sering terjadi perselisihan hak bahkan konflik sosial, bahkan pemerintah pun sebagai salah satu dari unsur hubungan industrial kadang lebih condong kepada salah satu pihak, yang sewajarnya posisi pemerintah harus menjadi mediasi, fasilitator antara pihak buruh dan pengusaha yang bertikati, sehingga tidak jarang di temukan suara baik dari buruh atau dari pengusaha adanya upaya tangan-tangan jahil yang melakukan pemerasan, penekanan terhadap pengusaha juga, padahal pengusaha ingin memenuhi apa yang menjadi tuntutan buruh. Pengusaha harus menyiapkan anggaran untuk sektor tangan jahil tersebut, dengan jumlah yang tidak sedikit.

That’s real, sekarang itulah yang terjadi. Ketika suatu tuntutan menekan ego masing-masing. Yeah, semua orang memiliki kebutuhan. Di tambah pula dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pasti akan semakin kompleks jika kita terlena dengan keadaan yang sudah bisa dikatakan rumit.  Mau dibawa kemana negara ini?.. We need solution!!!..

Kawan, kitalah yang sebenarnya menjai penentu bagaimana arah negara ini ke depan. Pembenahan karakter diri harus mulai kita sadari ke arah yang lebih baik, jangan biarkan kita asik dengan ke modernan yang sebenarnya adalah bumerang jika kita tidak bisa menempatkan diri. Ingat, zaman semakin maju, teknologi semakin berkembang, mari kita buktikan kita adalah awal dari perubahan yang lebih baik. Bismillah.. J  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar